0822-9503-8100

24/7 Customer Support

Senin - Jumat: 08:00-15:00

Jam Pelayanan

Mengenal Thalasemia

Mengenal Thalasemia


Ragam
Untuk ukuran awam, istilah Thalasemia mungkin masih cukup jarang
terdengar. Padahal, di Indonesia sendiri terdapat cukup banyak
penderita penyakit kelainan darah yang bersifat diturunkan secara
genetik dan banyak terdistribusi di Asia ini, dan data yang ada juga
pernah menyebutkan ada sekitar ratusan ribu orang pembawa sifat
thalasemia yang beresiko diturunkan pada anak mereka, serta data lain
yang menemukan bahwa 6-10% penduduk kita merupakan pembawa gennya.
WASPADA Online

Untuk ukuran awam, istilah Thalasemia mungkin masih cukup jarang
terdengar. Padahal, di Indonesia sendiri terdapat cukup banyak penderita
penyakit kelainan darah yang bersifat diturunkan secara genetik dan
banyak terdistribusi di Asia ini, dan data yang ada juga pernah
menyebutkan ada sekitar ratusan ribu orang pembawa sifat thalasemia yang
beresiko diturunkan pada anak mereka, serta data lain yang menemukan
bahwa 6-10% penduduk kita merupakan pembawa gennya.

Penderita thalasemia mayor yang kerap dipadankan dengan istilah
thalasemia saja di negara kita sendiri sudah tercatat sekitar lima ribu
diluar yang belum terdata atau kesulitan mengakses layanan kesehatan.

Angka penderita dunia, sementara, jauh lebih besar dengan bandingan
anggapan bahwa setiap tahunnya ada seratus ribu penderita baru yang
lahir dari pasangan pembawa gen.

Sulitnya pilihan pengobatan dimana pasien biasanya membutuhkan transfusi
darah terus menerus untuk memperpanjang hidup, dan tidak sempurnanya
kesembuhan yang dicapai membuat kita mungkin perlu sedikit memberi
perhatian lebih pada penyakit ini.

Sekilas Tentang Thalasemia
Penyakit thalasemia merupakan suatu kelainan darah bersifat
genetik dimana kerusakan DNA akan menyebabkan tidak optimalnya produksi
sel darah merah penderitanya serta mudah rusak sehingga kerap
menyebabkan anemia.

Pusat dari mekanisme kelainan ini terletak pada salah satu gen pembentuk
hemoglobin pada sel darah merah manusia, yang sekaligus juga berfungsi
utama sebagai pengangkut oksigen.
Terkait dengan sifat genetik yang diturunkan pendahulunya ini, dikenal istilah 'thalasemia trait' (pembawa sifatnya).

Sebagaimana orang-orang normal, individu-individu pembawa gen ini sama
sekali tidak menunjukkan adanya suatu gejala. Masalah yang lebih serius
akan terjadi bila sang pasangan juga merupakan seorang pembawa sehingga
lebih berpotensi melahirkan anak dengan thalasemia mayor yang nantinya
akan memerlukan transfusi darah secara rutin selama hidupnya.

Tindakan transfusi ini pun bukan merupakan suatu terapi penyembuh namun
hanya bersifat suportif dalam mengurangi gejala dan punya resiko
menyebabkan penumpukan zat besi dalam tubuh pula, yang lebih lanjut bisa
menyebabkan pembengkakan hati dan limpa.

Secara singkat, penjelasannya meliputi keadaan hemoglobin yang
mengandung zat besi (Fe). Kerusakan sel darah merah pada penderita
thalasemia akan mengakibatkan zat besi tertinggal di dalam tubuh dan
bisa menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan hati dan lama
kelamaan akan mengganggu fungsi organ lainnya, selain juga bisa akibat
suplai darah merah dari transfusi, dan ini menjadi penyebab kematian
utama dari penderita thalasemia, terutama akibat penumpukan pada
jantung.

Selain berpotensi menghasilkan keturunan penderita thalasemia mayor dan
juga minor, pasangan pembawa gen ini juga berpotensi lebih besar dalam
menghasilkan keturunan berupa thalasemia trait tadi, sehingga
dikhawatirkan dapat menambah jumlah penderita secara cukup pesat.

Gejala thalasemia sendiri cukup bervariasi tergantung dari derajat
kerusakan gen yang terjadi seperti anemia dengan gejala tambahan pucat,
sulit tidur, lemas, kurang nafsu makan atau infeksi yang kerap berulang,
kemudian juga jantung yang dipaksa bekerja lebih keras untuk memenuhi
pembentukan hemoglobin, serta penipisan atau perapuhan tulang karena
sumsum tulang juga berperan penting dalam memproduksi hemoglobin
tersebut.

Pada tampilan yang khas, penderita thalasemia sering memiliki batang
hidung melesak ke dalam yang dikenal juga dengan istilah 'facies cooley'
dan merupakan salah satu tanda khas thalasemia mayor.

Ada dua jenis thalasemia yang dikenal berdasarkan gejala klinis dan tingkatan keparahannya,
yaitu thalasemia mayor dimana kedua orang tuanya merupakan pembawa
sifat, serta thalasemia minor dimana gejalanya jauh lebih ringan dan
sering hanya sebagai pembawa sifat saja.

Pada thalasemia mayor gejala dapat muncul sejak awal masa anak-anak dengan kemungkinan bertahan hidup terbatas.

Beberapa kasus yang ditemukan selama ini juga membuat munculnya
penggolongan yang lebih baru, yaitu thalasemia intermedia dimana
kondisinya berada di tengah-tengah kedua bentuk tersebut.

Deteksi Dini dan Penatalaksanaan
Skrining thalasemia yang sekarang mulai marak dengan banyaknya
info dan publikasi mengenai penyakit ini dikenal dengan cara
elektroforesis (analisis Hb) serta cara lain yang lebih baru yaitu HPLC
(High Performance Liquid Chromatography) karena dianggap lebih akurat
dengan keunggulan lainnya.

Deteksi dini terhadap penyakit ini sekarang dianggap para ahli sangat
penting karena pertambahan jumlah penderita yang cukup pesat tadi, dan
hasil penanganannya juga akan lebih baik ketimbang melakukan skrining
ketika perjalanan penyakit telah lanjut.

Sasaran pendeteksian adalah anak-anak dengan gejala yang dicurigai,
pasangan usia subur serta ibu hamil sebagai syarat pemeriksaan prenatal.
Deteksi dapat dilakukan sejak bayi masih di dalam kandungan karena
kemungkinan lahirnya penderita dari pasangan pembawa gen sebesar 25
persen tadi.

Kalaupun harus memperhatikan gejalanya terlebih dahulu seperti pucat,
gampang lemas dan sebagainya tadi, masih terlalu umum dan dapat terjadi
pada banyak penyakit. Begitupun, gejala awal akan dapat terlihat ketika
anak berusia 3 hingga 18 bulan.

Sebagian ahli berpendapat, bila tidak ditangani secara serius, anak-anak
penderita thalasemia rata-rata hanya dapat bertahan hingga usia 8 tahun
saja. Perawatan rutin berupa transfusi rutin terus menerus bisa
memperpanjang harapan hidup dengan aktifitas dan kemampuan intelektual
sama dengan orang normal, selain perlunya penggunaan obat untuk
mengatasi penumpukan zat besi di dalam organ tadi, berupa obat Desferal
yang biasa-nya diberikan lewat suntikan di bawah kulit untuk mengikat
zat besi dan dikeluarkan melalui urin atau melalui infus.

Terbaru
Sekarang sudah ditemukan pula alternatif lain dari suntikan
desferal tadi berupa obat oral (tablet) yang sama kemampuannya dalam
mengurangi resiko gagal organ terutama jantung dengan mengurangi
penumpukan zat besi tersebut.

Penemuan obat yang diberikan secara oral bagi penderita diatas usia 2
tahun ini, meski masih cukup mahal, paling tidak dapat memberikan
harapan baru bagi penderita thalasemia yang selama ini mendapatkan
tindakan terapi dengan cara-cara kurang menyenangkan tersebut, sementara
menurut banyak ahli di negara maju, tindakan penatalaksanaan terbaik
justru ada pada cara cangkok sumsum tulang dimana jaringan sumsum tulang
penderita diganti dengan sumsum tulang donor yang cocok dari anggota
keluarga, namun kenyataannya masih cukup sulit untuk dilakukan.
* dr. Daniel Irawan